Di era serba digital dan ritme hidup yang bergerak cepat, Generasi Z (lahir antara 1997–2012) sedang merangkai cara mereka sendiri dalam mengelola keuangan; mereka tumbuh dalam dunia yang penuh godaan belanja online, hiburan instan, dan tekanan sosial untuk “ikut tren”, sementara di sisi lain harus berhadapan dengan biaya hidup yang naik dan sedikit sekali bekal literasi keuangan yang didapat di bangku sekolah — sehingga kebiasaan finansial yang terbentuk sering kali campur aduk antara menikmati momen sekarang dan cemas memikirkan masa depan.
Banyak yang baru melangkah ke dunia kerja atau sedang merintis karier, lalu keteteran memilih antara membeli barang keren di e-commerce, jajan malam yang Instagramable, atau menabung untuk tujuan yang belum pasti; keputusan sehari-hari itu seringkali dipengaruhi oleh FOMO, promo digital, dan kenyamanan cicilan, sehingga risiko terjebak utang berantai selalu mengintai jika tidak ada batasan dan catatan pengeluaran yang jelas.
Padahal, di balik kebiasaan tersebut ada potensi besar: Gen Z cenderung melek teknologi, peka soal kualitas hidup, dan terbuka mencoba solusi keuangan baru — dari aplikasi fintech yang membuat pencatatan dan alokasi dana jadi lebih mudah, sampai praktik “soft saving” yang menjadikan menabung terasa ringan dan realistis; bila diarahkan dengan cara yang tepat, sikap ini justru bisa menjadi modal kuat untuk membangun kestabilan finansial tanpa harus merasa terbebani.
Ngomongin soal keuangan pribadi itu bukan soal belajar jadi pelit atau memaksakan hidup yang serba terbatas; justru kalau dikelola dengan baik, keuangan memberi kita ruang untuk memilih — mau jalan-jalan akhir pekan tanpa rasa bersalah, bisa traktir teman waktu ada momen spesial, atau tenang karena ada tabungan untuk kebutuhan tak terduga. Dengan kata lain, mengatur uang itu buat bantu kita tetap menikmati hidup tanpa harus panik saat tagihan datang.
Menurut data dari Prudential Indonesia, banyak Gen Z yang lebih memilih menginvestasikan uangnya untuk pengalaman — misalnya nonton konser favorit, liburan ke tempat baru, atau sekadar makan di kafe hits untuk ngerayain pencapaian kecil — tapi di sisi lain kesadaran soal pentingnya menabung mulai tumbuh, apalagi setelah melihat fluktuasi ekonomi global dan ketidakpastian lapangan kerja yang bikin banyak orang berpikir ulang soal masa depan finansial. Pola pengeluaran seperti ini memang wajar, tetapi yang penting adalah menemukan keseimbangan antara menikmati sekarang dan menjaga masa depan.
Menariknya, lebih dari 60% Gen Z sudah punya rencana keuangan dasar; meski belum sempurna, angka itu jelas menunjukkan mereka bukan generasi yang asal boros, melainkan generasi yang cepat belajar dan mulai menerapkan strategi sederhana agar tidak terjebak masalah seperti cicilan menumpuk, minimnya dana darurat, atau kesiapan pensiun di usia muda. Intinya: semakin cepat mulai atur keuangan, semakin kecil kemungkinan kita harus galau soal uang saat umur 30-an ke atas.
Gen Z cenderung punya cara berbelanja yang agak berbeda: mereka nggak pelit untuk menikmati hidup sekarang, tapi biasanya pengeluaran itu masih lewat pertimbangan — artinya membeli sesuatu atau mengikuti aktivitas bukan sekadar impuls semata, melainkan dipilih karena dianggap memberi nilai tambah, pengalaman, atau cerita yang layak dikenang.
Daripada menumpuk barang bermerek yang jarang dipakai, banyak dari mereka lebih memilih mengalokasikan uang untuk pengalaman — misalnya liburan singkat yang Instagramable, ikut kelas kreatif, seminar online yang relevan dengan karier, atau kumpul di komunitas hobi yang membuka koneksi baru — karena bagi mereka investasi pada momen dan keterampilan sering kali terasa lebih “worth it” ketimbang gadget mahal yang segera usang.
Fenomena ini juga mendapat sorotan dari beberapa riset, termasuk laporan Banks Aqu, yang menunjukkan kecenderungan generasi muda mencari kepuasan lewat pengalaman dan otonomi personal; kebahagiaan dinilai lebih datang dari merasa punya kontrol atas waktu dan pilihan hidup daripada semata-mata dari kepemilikan barang mewah.
Tapi perhatian pada pengalaman hidup saja tanpa manajemen keuangan bisa jadi jebakan — kalau tidak ada pencatatan atau anggaran, susah tahu apakah pengeluaran untuk traveling atau workshop itu masih masuk skala prioritas, atau malah membuat kewajiban bulanan jadi keteteran; inti dari kebebasan finansial tetap sederhana: nikmati hari ini, tapi catat dan rencanakan supaya besok juga aman.
Soft saving bukan sekadar istilah lucu — ini cara menabung yang lebih santai dan nggak bikin stres, jadi bukan berarti kamu benar‑benar malas, melainkan memilih metode yang low‑pressure dan sangat fleksibel sehingga menabung terasa lebih mungkin dilakukan dalam keseharian.
Menurut penjelasan PNMIM, soft saving adalah metode menabung yang lebih ringan dibanding pendekatan menabung tradisional; porsi yang disisihkan biasanya lebih kecil sehingga lebih realistis untuk kebiasaan Gen Z. Misalnya, alih‑alih wajib menyisihkan 20% dari gaji setiap bulan, kamu bisa mulai dengan 5% saja — atau bahkan rutin menyimpan Rp10.000 dari pengeluaran harian — lalu biarkan sistem mengumpulkannya secara otomatis melalui aplikasi keuangan.
Tujuannya supaya menabung tidak jadi beban melulu, melainkan bagian dari perawatan diri finansial yang simpel dan berkelanjutan; bayangkan seperti meletakkan secangkir kopi kecil tiap hari untuk kenyamanan, tetapi ini untuk masa depan. Banyak aplikasi populer seperti DANA, Jenius, atau fitur Smart dari BRI menyediakan opsi round‑up atau automated saving yang mengumpulkan sisa transaksi kecil ke rekening tabunganmu—jadi uang sedikit demi sedikit terkumpul tanpa kamu harus mikir terus.
Bukan berarti kamu harus berubah jadi investor profesional dalam semalam — yang perlu dilakukan adalah mulai dari kebiasaan kecil dan praktis yang bisa langsung diterapkan hari ini untuk membuat uangmu bekerja lebih cerdas.
Baca Juga: Investasi Emas Batangan: Strategi & Tips Aman
Generasi Z punya keunggulan nyata: akses ke informasi dan berbagai alat keuangan digital dari aplikasi dompet hingga layanan investasi jauh lebih mudah daripada generasi sebelumnya, dan itu seharusnya jadi modal besar dalam urusan keuangan pribadi; namun semua kemudahan itu akan sia-sia kalau tidak disertai kebiasaan kecil yang konsisten dan disiplin dalam mengelola uang. Menyisihkan Rp10.000 hari ini bukan soal jumlahnya itu soal membiasakan diri membuat pilihan finansial yang sadar, melatih disiplin, dan secara bertahap mengambil alih kendali atas masa depanmu; kebiasaan kecil yang dilakukan terus-menerus seringkali berbuah perubahan besar di kemudian hari.
Jadi, jangan tunggu sampai “sudah kaya” baru mulai menabung; mulailah sekarang juga, karena menabung lebih mencerminkan seberapa besar kepercayaanmu pada rencana hidup sendiri daripada besarnya saldo di rekening.