Suku bunga memegang peranan sangat penting dalam menjalankan roda perekonomian, terutama dalam konteks bagaimana perubahan suku bunga dapat memengaruhi berbagai keputusan investasi di sejumlah sektor. Ketika suku bunga mengalami perubahan—baik berupa kenaikan maupun penurunan—dampaknya langsung terasa pada cara para investor memperhitungkan dan menetapkan strategi investasi mereka. Dengan begitu, suku bunga bukan hanya sekadar angka statistik semata, melainkan merupakan salah satu faktor utama yang menentukan tingkat minat dan ketertarikan investor, baik di pasar keuangan maupun dalam sektor riil yang menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi negara.
Investasi sendiri adalah kegiatan penanaman modal atau dana dengan tujuan memperoleh keuntungan di masa depan, tentu saja dengan memperhitungkan secara cermat antara risiko yang ada dan potensi imbal hasil yang dapat diraih. Fluktuasi suku bunga memiliki pengaruh signifikan terhadap besaran keuntungan yang diharapkan oleh investor pada berbagai instrumen investasi yang mereka pilih. Misalnya, saat terjadi kenaikan suku bunga, biaya untuk meminjam dana ikut meningkat, sehingga pelaku usaha maupun pengusaha cenderung menunda atau bahkan mengurangi jumlah investasi yang mereka lakukan demi menghindari beban biaya yang lebih tinggi.
Fenomena ini tidak hanya berpengaruh pada individu maupun perusahaan saja, melainkan juga berdampak besar terhadap stabilitas ekonomi secara nasional. Kebijakan suku bunga yang ditetapkan oleh bank sentral merupakan instrumen utama dalam menekan laju inflasi, menjaga kestabilan nilai tukar mata uang, serta memengaruhi arus modal asing yang masuk maupun keluar dari sebuah negara. Oleh karena itu, suku bunga bukanlah sekadar angka biasa, melainkan indikator penting yang mampu memberikan efek berantai luas pada berbagai sektor di perekonomian.
Suku bunga adalah biaya yang harus dibayar oleh pihak yang meminjam dana sebagai imbalan atas penggunaan uang tersebut dari pemberi pinjaman. Di Indonesia, Bank Indonesia memiliki peran penting sebagai otoritas moneter yang menetapkan suku bunga acuan, yang kemudian menjadi acuan utama bagi tingkat suku bunga kredit di berbagai lembaga perbankan di tanah air. Ketika suku bunga acuan naik, otomatis biaya pinjaman yang harus ditanggung oleh perusahaan maupun individu ikut meningkat. Kondisi ini biasanya membuat minat investasi menurun karena ongkos modal menjadi lebih mahal dan membuat perencanaan investasi menjadi kurang menarik.
Sebaliknya, saat suku bunga mengalami penurunan, biaya pinjaman menjadi lebih ringan dan lebih mudah dijangkau. Hal ini mendorong perusahaan dan masyarakat untuk lebih aktif melakukan investasi karena ongkos modal yang lebih rendah memberikan insentif positif. Peningkatan aktivitas investasi modal ini memiliki potensi besar untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi secara menyeluruh. Namun demikian, pengaruh suku bunga terhadap keputusan investasi tidak selalu linier atau langsung. Banyak faktor lain yang juga ikut memengaruhi, seperti tingkat inflasi, persepsi dan ekspektasi pelaku pasar, serta situasi politik dan stabilitas ekonomi yang sedang berlangsung, yang kesemuanya turut menentukan arah dan intensitas investasi.
Salah satu sektor investasi yang sangat merasakan pengaruh dari perubahan suku bunga adalah pasar saham. Biasanya, terdapat pola hubungan yang berlawanan antara tingkat suku bunga dengan nilai harga saham di pasar. Ketika suku bunga mengalami kenaikan, perusahaan-perusahaan pasti harus menanggung biaya pinjaman yang ikut naik, sehingga berdampak pada penurunan laba yang diperoleh oleh perusahaan tersebut, dan hal ini biasanya memicu turunnya harga saham di pasar. Tidak hanya itu, kenaikan suku bunga juga membuat para investor lebih tertarik untuk berpindah ke instrumen investasi yang memberikan keuntungan tetap dan dianggap lebih aman, seperti deposito dan obligasi, sehingga permintaan terhadap saham menjadi menurun.
Secara khusus, kenaikan suku bunga sering kali menekan indeks harga saham gabungan (IHSG) untuk turun, karena tekanan dari banyaknya investor yang menjual sahamnya. Para investor asing, yang biasanya membawa dana investasi dalam jumlah besar, sangat sensitif terhadap perubahan kebijakan suku bunga dan tingkat risiko pasar yang ada. Ketika suku bunga di dalam negeri naik, dana yang dimiliki oleh para investor asing ini cenderung dialihkan ke instrumen investasi lain yang menawarkan imbal hasil lebih menarik untuk jangka waktu pendek, sehingga ini menyebabkan aliran modal keluar dari pasar saham domestik dan menimbulkan tekanan lebih lanjut terhadap pergerakan harga saham.
Instrumen investasi tidak terbatas hanya pada saham, karena produk lain seperti reksa dana pasar uang, deposito, dan obligasi juga sangat dipengaruhi oleh fluktuasi suku bunga. Biasanya, saat suku bunga mengalami kenaikan, imbal hasil yang diberikan oleh deposito dan obligasi ikut naik karena keduanya memiliki kaitan langsung dengan suku bunga acuan yang berlaku. Sebaliknya, jika suku bunga menurun, instrumen-instrumen tersebut cenderung kehilangan daya tariknya dan menjadi kurang menguntungkan dibandingkan saham yang memiliki potensi keuntungan jauh lebih besar.
Tabel berikut merangkum pengaruh suku bunga terhadap beberapa jenis investasi:
Jenis Investasi | Pengaruh Suku Bunga Naik | Pengaruh Suku Bunga Turun |
Saham | Lesu | Meningkat |
Reksa Dana Pasar Uang | Meningkat | Lesu |
Deposito | Meningkat | Lesu |
Obligasi | Meningkat | Lesu |
Pada tahun 2024, Bank Indonesia mengambil langkah penting dengan menaikkan suku bunga acuan menjadi sekitar 6% sebagai upaya untuk mengendalikan laju inflasi dan menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah di pasar. Kenaikan suku bunga ini memberikan dampak yang cukup besar terhadap berbagai jenis keputusan investasi. Dengan meningkatnya biaya pinjaman, banyak pelaku usaha yang mulai mengurangi permintaan kredit untuk modal kerja maupun investasi, karena beban bunga yang harus mereka tanggung menjadi lebih tinggi. Di sisi lain, kenaikan suku bunga juga membawa dampak positif, terutama dalam menarik minat investor asing untuk menanamkan modalnya melalui instrumen investasi portofolio seperti surat utang negara, yang kini menawarkan imbal hasil lebih menarik dibandingkan beberapa negara lain.
Kebijakan tersebut juga berperan penting dalam menahan fluktuasi nilai tukar Rupiah, yang menjadi sinyal positif bagi para investor yang sebelumnya merasa khawatir dengan volatilitas mata uang domestik. Namun demikian, masyarakat pada umumnya menjadi lebih waspada dalam mengambil kredit konsumsi, contohnya Kredit Pemilikan Rumah (KPR), karena cicilan yang harus dibayarkan menjadi lebih tinggi akibat bunga yang meningkat ini. Meski demikian, jika dilihat secara keseluruhan, pertumbuhan kredit untuk investasi pada tahun 2024 masih diperkirakan akan berada pada jalur positif, didukung oleh kuatnya kinerja sektor korporasi dan daya beli rumah tangga yang relatif masih stabil.